Senin, 08 September 2008

ERA BONGKAR SUDAH SELESAI?


Gerakan Mahasiswa Dulu dan Sekarang

SETIAP era melahirkan pahlawannya sendiri. Delapan tahun silam mahasiswa menjadi pahlawan dalam menegakkan reformasi. Kini zaman telah berubah. Peran seperti apa yang bisa dilakoni mahasiswa?

"Era bongkar sudah selesai," demikian ujar Iwan Fals delapan tahun silam, tak lama rezim Orde Baru tumbang. Orde reformasi telah lahir menerbitkan secercah harapan untuk membangun Indonesia yang adil dan sejahtera.

Namun tampaknya ungkapan pencipta tembang "Bongkar" itu tak sepenuhnya benar. Orba memang telah tumbang tetapi kemudian lahir penguasa-penguasa yang lebih tiran dan korup.

"Era bongkar belum selesai, dan memang tidak akan pernah selesai," ungkap Ketua KAMMI Komisariat Unnes Bambang Wahyudi.

Menurutnya kelakuan penguasa sekarang tak beda dari dulu. "Mengabaikan kepentingan umat dan lebih memikirkan nafsunya sendiri," ujarnya.

Mantan Presiden BEM Undip Eko Susanto juga menyatakan perjuangan mahasiswa belum berakhir. Oknum pejabat justru semakin rakus menumpuk harta dengan cara korupsi sementara rakyat semakin kelaparan. "Namun zaman telah berubah, metode yang digunakan mahasiswa juga harus diubah," ujarnya.

Sedangkan Ketua Senat Mahasiswa IKIP PGRI Semarang menyatakan mahasiswa perlu membekali diri dengan metodologi gerakan dan teknik advokasi agar perjuangannya efektif. Mereka bersepakat perjuangan mahasiswa belum selesai tetapi metodenya harus diubah agar lebih selaras dengan perubahan zaman.

Gerakan Intelektual

Menurut pengamatan Eko Susanto, metode gerakan mahasiswa masih konvensional. Jika ada masalah langsung turun ke jalan. Padahal aksi demo sudah tidak efektif. "Rakyat sudah bosan," ujarnya.

Menurutnya mahasiswa adalah kaum intelektual sehingga metode gerakannya mesti intelek juga. Ia mengambil misal aksi mahasiswa untuk membantu korban gempa bumi di Yogyakarta.

Mahasiswa kedokteran bisa berperan untuk menangani korban, sedangkan mahasiswa ekonomi turut membantu pemulihan di bidang ekonomi. "Lain lagi mahasiswa teknik mereka bisa berperan dalam rekonstruksi rumah yang hancur," urainya.

Tentu saja tidak salah jika mahasiswa aktif menggalang bantuan. Namun jangan sekadar "minta-minta" di pinggir jalan kemudian selesai.

Eko menandaskan mahasiswa harus terus disadarkan mereka memiliki peran kebangsaan. Mahasiswa tidak hidup dalam "ruang kosong", tetapi di tengah masyarakat sehingga tak boleh masa bodoh terhadap situasi kebangsaan.

Ketua KAMMI Komisariat Unnes Bambang Wahyudi menyatakan arah perjuangan mereka tak berubah, yakni sebagai wadah perjuangan kebangsaan bagi mahasiswa. "Namun aktualisasinya kita sesuaikan dengan situasi politik kontemporer," ujarnya.

Siklus perjuangan KAMMI di-perbaharui setiap empat tahun. Semenjak era reformasi tahun 1998-an, sekarang menginjak periode siklus yang ketiga. "Kaderisasi terus kita lakukan untuk mempersiapkan kader pemimpin yang amanah di masa depan."

Ada dua fokus perjuangan KAMMI. Pertama mencerdaskan masyarakat. "Sebab kualitas pemimpin suatu bangsa merupakan cermin dari kualitas masyarakatnya," ungkap Bambang Wahyudi.

Masyarakat yang bobrok akan melahirkan pemimpin yang bobrok pula. Sebaliknya, jika masyarakatnya cerdas tentu tak akan mudah diperdaya sehingga bisa memilih pemimpin yang benar-benar amanah. "Inilah fokus perjuangan kami memberikan tarbiyah kepada masyarakat," ujar mahasiswa Sosiologi dan Antropologi Unnes angkatan 2002 itu.

KAMMI yang lahir dari rahim reformasi itu juga tengah menggodok calon pemimpin masa depan. Merujuk siklus perjuangan KAMMI, diharapkan tahun 2020 KAMMI sudah menelurkan calon pemimpin bangsa yang kapabel. "Kader-kader kami masih dipersiapkan untuk mengembang tugas menjadi pemimpin bangsa pada 2020," ujarnya.

Metodologi Lemah

Ketua Senat Mahasiswa IKIP PGRI Umi Kultsum mengungkapkan semangat mahasiswa masih tinggi namun lemah dalam metodologi dan visi. ''Sehingga perjuanganya belum efektif," ungkapnya.

Pertengahan Juni lalu Senat Mahasiswa IKIP PGRI menyelenggarakan pelatihan legislasi dan advokasi bagi para aktivis mahasiswa. Tujuannya untuk membekali mahasiswa di bidang legislasi dan advokasi. "Melalui pelatihan ini kami membekali metodologi gerakan agar perjuangan mahasiswa tidak hanya sekadar gagah-gagahan tetapi juga ada ilmunya," ujarnya.

Salah satu pembicara Ketua TIM Advokasi LKBH PGRI Jateng Sapto Budoyo SH mengatakan, yang dilawan mahasiswa adalah politikus busuk yang memiliki jam terbang tinggi. Tanpa bekal memadai, mahasiswa hanya akan menjadi bulan-bulanan mereka. "Kami berharap bekal di bidang legislasi dan advokasi akan membuat perjuangan mahasiswa lebih efektif," ujarnya. (Panji Satrio-14)

Sumber : Suara Merdeka, Kamis 06 Juli 2006


Tidak ada komentar: